Jumat, 16 Maret 2018

analisis program Rabu Nyunda Kota Bandung


I.                   KEBIJAKAN MENGENAI RABU NYUNDA
a.       Deskripsi Singkat Tentang Rabu Nyunda
Rebo nyunda merupakan hari di mana warga Bandung mengenakan pakaian khas Sunda lengkap. Rebo nyunda ini merupakan peraturan daerah yang dikeluarkan untuk melestarikan budaya Sunda itu sendiri. setiap Rabu di dinas pemerintahan, para pegawai negeri sipil (PNS) menggunakan pakaian adat Sunda, pangsi untuk laki-laki dan kebaya untuk perempuan. Kegiatan ini juga digalakkan di sekolah-sekolah. Selain menggunakan pakaian Sunda, setiap hari Rabu juga warga Kota Bandung dihimbau menggunakan Bahasa Sunda untuk berkomunikasi dengan orang lain. Program Rebo Nyunda ini mulai diberlakukan di Kota Bandung pada tanggal 6 November 2013.
b.      Latar Belakang
Kegiatan Rebo Nyunda adalah sebuah program dari pemerintah Kota Bandung sebagai bagian dari hari-har yangi khusus berlaku di kota tersebut. Program ini digagas oleh Walikota Bandung Ridwan Kamil. Program ini muncul karena adanya kekhawatiran dari segelintir masyarakat akan lunturnya kebudayaan Sunda di Jawa Barat, khususnya di Kota Bandung, padahal budaya Sunda adalah budaya lokal dari kota ini. Dengan demikian, program ini menjadi salah satu program untuk melestarikan budaya Sunda. Sebenarnya program ini merupakan salah satu usaha Pemerintah Kota Bandung untuk mengimplementasikan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 Tahun 2012 pasal 10 ayat 1b yang menyebutkan bahwa setiap hari Rabu ditetapkan sebagai hari  berbahasa Sunda dalam semua kegiatan Pendidikan, Pemerintahan dan kemasyarakatan.
Dalam kegiatan ini, masyarakat Kota Bandung dihimbau menggunakan pakaian Sunda yakni kebaya dan kain batik sebagai bawahan bagi perempuan serta iket kepala batik dan bila memungkinkan menggunakan pangsi bagi laki-laki. Selainiket kepala, para laki-laki juga bisa menambahkan hiasan kujang sebagai penghias iket tersebut. Bersamaan dengan menggunakan pakaian Sunda, setiap hari Rabu juga warga Bandung diharapkan menggunakan Bahasa Sunda untuk berkomunikasi dengan orang lain. Komunikasi dalam Bahasa Sunda ini digunakan baik di dalam instansi pemerintahan, sekolah-sekolah maupun dalam rapat-rapat resmi yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Bandung.
c.       Tanggapan dan Saran
Setelah saya membaca dan memahami tentang Perda No 09 Tahun 2012 tentang Penggunaan, Pemeliharaan Dan Pengembangan Bahasa, Sastra yang didalamnya juga ada aturan mengenai Rabu Nyunda. Program yang dicanangkan oleh pemerintah kota Bandung merupakan suatu inovasi yang positif. Saya setuju dengan adanya program ini akan meningkatkan rasa kecintaan dan kebanggaan bagi masyarakat Jawa Barat terutama Kota Bandung  untuk terus melestarikan kebudayaan lokal mereka. Karena pada jaman globalisasi budaya lokal semakin terkikis oleh masuknya budaya asing. Orang lebih bangga menggunakan budaya ala kebarat-baratan dan melupakan budaya asli mereka. Melihat di kota bandung juga orang sudah jarang menggunakan bahasa asli mereka terutama para remaja  Program Rabu Nyunda ini juga sebagai ajang memperkenalkan budaya asli sunda kepada para pendatang dari luar daerah maupun luar negeri.
Tetapi menurut saya kewajiban berpakaian nyunda bagi perempuan masih memberatkan, mungkin karena harus berpakaian kebaya sehingga di nilai agak ribet. Terbukti realisasi pada kaum perempuan lebih sedikit dari pada laki-laki.
 Kebijakan tentang Rabu Nyunda juga mendapat tanggapan positif dari masyarakat tetapi menurut saya alahkah baiknya ada sebuah konsekwensi yang diberikan terhadap masyarakat yang belum menjalankan program tersebut agar masyarakat secara umum mau mematuhinya. Perda ini saya rasa sudah cukup jika harus melakukan uji coba.

d.      Lampiran


BAB VI
STRATEGI
Pasal 10
(1)   Pengunaan, pemeliharaan dan pengembangan Bahasa, Sastra dan Aksara Sunda dilaksanakan melalui strategi:
a.        menetapkan dan mengembangkan materi pengajaran Bahasa, Sastra dan Aksara Sunda dalam kurikulum muatan lokal wajib di setiap jenjang dan satuan pendidikan formal dan non formal;
b.      menetapkan hari Rabu sebagai hari berbahasa Sunda dalam semua kegiatan Pendidikan, Pemerintahan dan kemasyarakatan;
c.       menuliskan Aksara Sunda untuk nama-nama tempat, jalan, bangunan yang bersifat publik selain penggunaan bahasa lainnya;
d.      mendorong dan memfasilitasi organisasi dan lembaga kemasyarakatan dalam penggunaan, pemeliharaan Bahasa, Sastra dan Aksara Sunda;
e.       memberikan penghargaan kepada pihak-pihak yang menunjukkan upaya yang bermanfaat bagi kepentingan penggunaan, pemeliharaan dan pengembangan Bahasa, Sastra dan Aksara Sunda, khususnya bagi guru Bahasa Sunda, juru dakwah, dan pemuka masyarakat;
f.       memperkaya buku bahasa sunda di perpustakaan; dan
g.      memperbanyak al-Qur’an dalam terjemahan bahasa sunda.
(2)   Dalam menyusun dan melaksanakan strategi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Walikota dapat mendelegasikan kepada SKPD yang membidangi urusan pendidikan dengan dibantu oleh SKPD terkait.

II.                CONTOH KEBIJAKAN UMUM YANG TIDAK TERMASUK KEBIJAKAN SOSIAL
1.      Kebijakan Publik yang Berupa Peraturan Perundang-Undangan
a.       Mengikuti wajib belajar 9 tahun
b.      Membayar Pajak Bumi dan Bangunan.
c.       Menggunakan hak untuk memilih dalam pemilihan umum.
d.      Melaksanakan peraturan daerah yang telah ditetapkan dan berlaku di suatu daerah.
e.       Tidak melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme agar terwujud penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari KKN.
f.       Menggunakan lambang negara, bendera, dan lagu kebangsaan sesuai dengan peraturan.
g.      Menyampaikan aspirasi atau pendapat baik dalam bentuk unjuk rasa, demonstrasi, pawai, rapat umum, mimbar bebas, dan memberitahukan secara tertulis kepada Polri selambat-lambatnya 3×24 jam sebelum kegiatan dimulai, yang diterima oleh Polri setempat.
h.      Menaati peraturan lalu lintas.
2.       Kebijakan Publik yang Berupa Pidato-Pidato Pejabat Tinggi
a.       Melaksanakan anjuran yang disampaikan oleh presiden pada setiap tanggal 17 Agustus.
b.      Melaksanakan anjuran yang disampaikan oleh menteri, gubernur, bupati, walikota melalui pidatonya pada peringatan hari besar nasional.
c.       Melaksanakan upacara bendera.
3.       Kebijakan Publik Yang Berupa Program-Program Pemerintah
a.       Melaksanakan anggaran sesuai dengan yang termuat dalam APBN atau APBD.
b.      Melaksanakan arah kebijakan yang termuat dalam GBHN.
4.      Kebijakan Publik Yang Berupa Tindakan Yang Dilakukan Oleh Pemerintah
a.       Mendukung kunjungan presiden dan menteri ke negara lain.
b.      Mendukung kehadiran presiden atau menteri ke suatu daerah, kongres, muktamar, munas dan sebagainya.
c.       Melaksanakan sambutan presiden, menteri, kepala daerah, perangkat daerah pada kegiatan resmi atau protokoler.

contoh pembuatan program


  1. Nama Program/ Judul Program
“ Pemberian Pelayanan Harian/ Day Care Bagi Lanjut Usia di Panti Werdha Budi Dharma Kasih Purbalingga”.
  1. Tujuan
1.      Terpenuhinya kebutuhan lanjut usia baik jasmani maupun rohani.
2.      Terwujudnya kualitas pelayanan di dalam Panti Werdha Budi Dharma Kasih Purbalingga.
  1. Kebijakan Program
1.      UU No 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial
2.      UU No 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia
3.      UU No 23 tahun 1992 tentang kesehatan
4.      UU No 40 tahun 2004 tentang system jaminan social nasional
5.      Keputusan Menkokesra No 15/menko/kesra/IX/1994 tentang Panti Nasional Pelembagaan Lanjut Usia dalam Kehidupan Bangsa.

  1. Sasaran
Sasaran program ini adalah lanjut usia yang berada di dalam ataupun diluar panti Werdha Budi Dharma Kasih Purbalingga”.
  1. Pelaksana
Adapun pelaksana program Pemberian Pelayanan Harian/ Day Care Bagi Lanjut Usia di Panti Werdha Budi Dharma Kasih Purbalingga ini antara lain:
1.      Mahasiswa STKS Bandung sebagai berikut:
Ketua pelaksana   : Dewi Mustika Fani
Sekretaris             : Qisthi Ariefah
Bendahara            : Tety Pratiwi
Seksi Acara          : Septi Miranda Putri
2.      Pekerja Sosial sebagai pendamping dalam bimbingan konseling.
3.      Dokter dan perawat sebagai tim pemeriksaan kesehatan lanjut usia di panti Wreda Budi Dharma Kasih.
4.      Instruktur sebagai pemandu kegiatan ketrampilan bagi lanjut usia di panti Wreda Budi Dharma Kasih.
5.      Pegawai panti dan staff sebagai pendukung pelaksanaan kegiatan.

  1. Metoda dan Teknik
1.      Metode
Metode pekerjaan sosial yang akan digunakan dalam program ini yakni metode pekerja sosial group work. Social group work sebagai suatu pelayanan kepada kelompok dimana tujuan utamanya untuk membantu anggota kelompok memperbaiki penyesuaian sosial mereka (social adjustment) dan tujuan keduannya untuk membantu kelompok mencapai tujuan-tujuan yang telah disepakati.
2.      Teknik
a.       Social Conversation (kelompok percakapan sosial)
Bertujuan untuk menguji dan menentukan seberapa dalam suatu hubungan dapat dikembangkan diantara orang-orang yang belum saling mengenal dengan baik.

b.      Recreation group (kelompok-kelompok rekreasi)
Adalah kegiatan yang memberikan kesenangan. Kegiatan-kegiatannya sering bersifat spontan, tidak harus ada pemimpin, tempat dan peralatan yang lebih.
c.       Recreatin skill group ( kelompok-kelompok rekreasi keterampilan )
Tujuan kelompok ini adalah untuk meningkatkan ketrampilan dan memberikan kesenangan. Kelompok ini memerlukan penasehat, instruktur atau orang yang ahli dalam ketrampilan tersebut.

d.      Self help group ( kelompok bantu diri )
Adalah suatu kelompok kecil yang tersusun untuk saling membantu dan untuk mencapai tujuan khusus serta bersifat sukarela (Katz dan Bender).

  1. Langkah-langkah
1.      Tahap persiapan
a.       Melakukan Sosialisasi dan Koordinasi
Hal ini dilakukan untuk mencari dukungan sosial secara memadai dari instansi terkait, organisasi sosial dan masyarakat jika lansia telah memenuhi persyaratan sebagai peserta dan memperoleh pelayanan day care services.
b.      Melakukan Seleksi, Identifikasi dan Penetapan Calon Peserta
Dilaksanakan untuk  menemukan masalah, kebutuhan, potensi dan menganalisisnya melalui pengisian formulir bahan seleksi untuk menetapkan lansia sebagai peserta dan menyepakati kontrak.
c.       Assesmen kebutuhan dan masalah
Menggali kebutuhan dan masalah yang dihadapi serta potensi yang dimiliki lansia.




2.      Tahap pelaksanaan program
a.       Membentuk tim kerja
Yaitu membentuk tim kerja baik dari pihak panti dan pihak luar yang akan melaksanakan kegiatan.
b.      Perencanaan pelaksanaan program
Tim kerja menentukan konsep kegiatan dan waktu kegiatan. Misalnya kegiatan untuk harian, mingguan dan bulanan. Perencanaan dilakukan untuk merealisasikan program yang telah dibuat.
c.       Koordinasi
Setelah menentukan tim kerja dan telah dibentuknya konsep kegiatan, panitia berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait seperti Dokter, Instruktur panti dan Pegawai panti,

3.      Tahap Pengakhiran
1.      Evaluasi
Keseluruhan tahapan kegiatan, dari tahap persiapan sampai dengan pelaksanaan,  evaluasi oleh panitia, kekurangan, hambatan dan kendala yang ada dicatat dan dievaluasi sehingga menjadi bahan perbaikan dimasa yang akan datang.

2.      Terminasi
Pemutusan yang dilakukan bilamana tujuan telah dicapai. Terminasi dapat berupa rujukan ke Rumah Sakit/Lembaga lain jika diperlukan apabila peserta sakit keras atau sebab lain sehingga dikembalikan kepda pihak keluarga. Terminasi juga dilakukan bila peserta meninggal dunia.


  1. Analisis Kelayakan Program
Program kegiatan yang telah diajukan memerlukan analisis kelayakan program. Analisis tersebut bertujuan untuk menilai layak tidaknya program yang diajukan. Dalam melakukan analisis kelayakan program dapat menggunakan teknik SWOT (Strenght : Kekuatan, Weakness : Kelemahan, Opportunity : Peluang, Threats : Ancaman)
1.      Strength (kekuatan)
a.       Pelaksana program yang dipilih merupakan orang-orang yang ahli dibidangnya.
b.       Kegiatan yang akan dilaksanakan dapat membantu lansia mengisi waktu luangnya.
2.      Weakness (kelemahan)
a.       Perlengkapan dalam pelaksanaan kegiatan
b.      Biaya yang harus dikeluarkan untuk narasumber yang didatangkan dari luar.
3.      Opportunity (peluang)
a.       Memperoleh dukungan dari pemerintah kota/kabupaten dalam pelaksanaan program.
b.      Memperoleh dukungan sosial dari pihak panti Werda Budi Dharma Kasih Purbalingga.
4.         Threat (Ancaman)
a.       Tidak tercovernya seluruh kegiatan yang akan dijalankan.
b.      Metode yang digunakan tidak tepat sasaran sehingga kegitaan kurang efektif bagi lanjut usia.



anaisis kebijakan penyandang disabilitas


PERSPEKTIF MASALAH SOSIAL DAN KEBIJAKAN SOSIAL TENTANG DISABILITAS
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kebijakan Sosial
Dosen :
Dra. Ayi haryani, M. Pd
Dr. R. Enkeu Agiati, M. Si


Kelompok 5 :
1.      Elsa Putri Utami                      14.04.080
2.      Sigit Wartabone                      14.04.131
3.      Dewi Mustika Fani                 14.04.222
4.      Bachtiar Muslim                      14.04.304

Kelas 3 J

SEKOLAH TINGGI KESEJAHTERAAN SOSIAL ( STKS )
BANDUNG
2016
1.      ISU TERKAIT AKSESBILITAS PENYANDANG DISABILITAS
Tujuan negara kita sebagaimana tertuang dalam sila ke-5 Pancasila adalah untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.Kata ‘seluruh’ dapat dimaknai bahwa hasil-hasil pembangunan sudah seharusnya menyentuh seluruh lapisan masyarakat tanpa ada diskriminasi atau pengecualian.
Dalam tataran pelaksanaannya, pembangunan yang dijalankan oleh perangkat negara memang selayaknya diklasifikasikan ke dalam skala prioritas. Namun alangkah tidak etis ketika negara abai atau lupa terhadap hak-hak kelompok minoritas di dalam proses pembangunan, salah satunya adalah hak penyandang disabilitas.
Fakta yang paling kelihatan yaitu pada fasilitas umum seperti jalan dan bangunan di perkantoran, sekolah, rumah sakit, dan sebagainya masih belum sepenuhnya memperkirakan atau memperhatikan kepentingan penyandang disabilitas. Beberapa jalan dan bangunan umum yang memiliki tangga sangat sulit diakses oleh penyandang disabilitas, sehingga mobilitas mereka pun menjadi terhambat.
Berita yang diambil dalam m.beritasatu.com
Taman Kota di Bandung Sulit Diakses Kaum Disabilitas
Sabtu, 20 September 2014 | 19:02

Bandung - Taman kota yang dibangun Pemerintah Kota Bandung ternyata masih sulit diakses oleh penyandang disabilitas. "Banyak pembangunan seperti membuat taman-taman, kelihatan indah, bagus tapi tidak ada fasilitas untuk memudahkan kaum disabilitas menikmati taman itu," kata Wakil Direktur Bandung Independent Living Center (BLIC) Aden Achmad saat diskusi penanganan kaum disabilitas di Bandung, Sabtu (20/9).
Ia menuturkan, banyak penyandang disabilitas yang memakai kursi roda atau tuna netra tidak merasa terfasilitasi untuk akses menikmati fasilitas taman kota itu. Salah satu taman yang sulit diakses, kata Aden, yaitu taman musik di Jalan Sumatera, pengunjung yang memakai kursi roda sulit masuk ke taman itu. "Yang saya alami sendiri taman musik sulit diakses, dan taman-taman lainnya, jadi pembangunan ini belum terasa oleh kaum disabilitas, aksesibilitasnya terlupakan," kata Aden. Pembangunan taman kota tersebut, kata Aden, merupakan program Wali Kota Ridwan Kamil dan Wakilnya Oded yang baru satu tahun memimpin Kota Bandung.
Namun program pembangunan kota yang dicanangkan oleh Ridwan Kamil itu, menurut Aden, belum berpihak pada kepentingan banyak masyarakat seperti kaum disabilitas. "Ridwan Kamil seorang arsitek tapi kenapa tidak suatu taman yang menyediakan jalur untuk kaum disabilitas yang memakai kursi roda atau yang lainnya," kata Aden.
Perwakilan dari CBM sebuah organisasi dunia bidang kesehatan Fredi, menambahkan bahwa pembangunan di Kota Bandung memang belum memperhatikan kemudahan, keselamatan dan kenyamanan bagi kaum penyandang disabilitas. Ia menyebutkan, selain taman kota, Rumah Sakit Soreang di Kabupaten Bandung, kantor pemerintah serta tempat peribadatan belum memberikan kemudahan bagi penyandang disabilitas untuk mendatangi tempat tersebut.
Menurut dia, seharusnya pemerintah dalam setiap pembangunan terutama tempat umum harus memperhatikan kemudahan aksesnya bagi penyandang disabilitas. "Sangat disayangkan kita punya ITB (Institut Teknologi Bandung) dengan banyak jurusan tekniknya tapi pembangunan kotanya sendiri belum ramah bagi masyarakatnya," kata Fredi.
Sementara itu, diskusi tentang penanganan kaum disabilitas di Bandung tersebut dihadiri perwakilan dari beberapa penyandang disabilitas, tuna netra, dan tuna rungu. Dalam diskusi itu penyandang disabilitas mengharapkan kepedulian pemerintah agar setiap pembangunan tempat umum maupun transportasi umum dapat mudah diakses oleh kaum disabilitas.


2.      KEBIJAKAN TENTANG AKSESBILITAS ORANG DENGAN KEDISABILITASAN
Kebijakan yang dianalisis ialah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 mengenai Penyandang Disabilitas.
Dengan adanya berita seperti diatas yang berpendapat bahwa beberapa taman sebagai salah satu fasilitas umum yang seharusnya menjadi hak bagi seluruh warga masyarakat, namun tidak dapat dinikmati oleh penyandang disabilitas terlebih dikarenakan tidak tersedianya aksesibilitas.
Menurut kami, hal tersebut sangat tidak sesuai dengan isi pasal didalam undang-undang tersebut. Salah satunya pada pasal 5 tentang Hak Penyandang Disabiltas, disitu tertulis dengan jelas poin mengeai bahwa penyandang disabilitas memiliki hak dalam aksesbilitas.
Terutama pada Pasal 18 mengenai  Hak Aksesibilitas untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak: a. mendapatkan Aksesibilitas untuk memanfaatkan fasilitas publik; dan b. mendapatkan Akomodasi yang Layak sebagai bentuk Aksesibilitas bagi individu.
Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan,
Diatur bahwasetiap bangunan harus menyediakan fasilitas/infrastruktur untuk penyandangdisabilitas, kecuali perumahan pribadi. Selain itu juga, ada Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial bagi Penyandang Disabilitas.Peraturan tersebut mengatur bahwa setiap penyelenggaraan fasilitas umum dan infrastruktur harus menyediakan aksesibilitas yang setara.

3.      Pandangan positif maupun negative dari masyarakat terkait kebijakan aksesbilitas orang dengan kedisabiltasan (ODK)
(a)    Pandangan atau komentar dari Maulana Rotinsulu dalam website http://www.rahima.or.id/
Mengenai pengimplementasian Undang-Undang tentang Disabilitas
Dulu di hotel berbintang lima, Mall-mall, dan berbagai penerbangan lebih memahaminya sebagai pendampingan karena dalam Peraturan Menteri PU lebih ditekankan pada hal yang terkait dengan pendampingan. Padahal pengertian fasilitas dan aksesibilitas itu meliputi 4 asas yaitu keselamatan, kemudahan, kegunaan, dan kemandirian. Pendampingan itu bukan bagian dari aksesibilitas. Aksesibilitas itu terkait bagaimana menciptakan lingkungan yang mudah untuk bisa digunakan, sehingga hal ini kondusif untuk kemandirian disabilitas. Sekarang, fasilitas dan aksesibilitas penerbangan cukup baik, tetapi tetap saja perlu ditingkatkan. Seperti di Garbarata, ada akses yang nyaman bagi masyarakat umum maupun untuk penyandang disabilitas. Misalkan, adanya display pemberangkatan  adalah salah satu akses yang sangat membantu disabilitas tuna rungu.
Permasalahannya adalah jika terlepas dari akses itu misalnya ada perubahan waktu yang diumumkan melalui suara, maka disabilitas tuna rungu menjadi tidak bisa mengakses informasi.Fasilitas akses lainnya di bandara adalah toilet. Di Bandara Soekarno Hatta sudah disediakan akses toilet duduk yang di dindingnya ada pegangannya, sehingga ini memudahkan mereka yang mengalami gangguan motorik atau kaki mereka tidak bisa menggunakan toilet jongkok.
(b)Penyandang disabilitas merespon positif terhadap undang-undang yang baru di keluarkan pada tahun 2016.
Seperti yang diungkapkan oleh Serafina salah satu penyandang disabilitas “Ini adalah langkah awal bagi penyandang disabilitas untuk memulai perjuangan yang baru untuk bisa hidup dengan lebih baik.Kami merasa bahwa sudah ada perlindungan hukum yang kuat bagi kami.Berdasarkan undang-undang ini, semua sudah memberikan respons.Hanya masih ada kendala, di bidang pendidikan misalnya, guru-gurunya belum siap karena kurikulumnya juga harus disesuaikan dengan kemampuan murid yang disabilitas. Tetapi secara umum, mereka semua memberikan respons yang positif,”
4.      Lima perspektif masalah disabilitas
1.                   Patalogi Sosial :
a.    Orang dengan disabilitas tidak dapat beraktivitas secara normal seperti orang pada umumnya.
b.    Keterbatasan dalam menjalanankan peranan sehari-hari.
c.    Keterbatasan dalam mengakses sumber dan memenuhi kebutuham hidupnya sehari-hari.
d.   Terdapat keterbatasan dalam beradaptasi dengan kondisi disabilitas yang dimilikinya.
2.      Disorganisasi Sosial:
a.    Kepercayaan diri yang rendah.
b.    Penyandang disabilitas tidak dapat bersosialisasi baik dengan lingkungan masyarakat.
c.    Orang disabilitas sering mendapat diskriminasi "Orang Sakit" sehingga sulit beradaptasi dalam lingkungan sosialnya.

3.      Konflik Nilai
Permasalahan disabilitas sering timbul tatkala lingkungan masyarakat sekitar penyandang disabilitas tidak mendukung keberfungsian sosialnya, sehingga sering dianggap tidak berdaya.
4.      Perilaku Menyimpang
a.       Menarik diri dari sebagian atau seluruh aktivitas masyarakat yang ada dilingkunganga, seperti : rembuk warga, kerja bakti, pengajian.
b.      Menghindari kerumunan masyarakat dan cendrung menyendiri.
c.       Sering merasa tersinggung jika orang mempermasalahkan atau melihat keadaannya dengan sebelah mata.
5.      Labelling
a.    Adanya label dari masyarakat "Pantes saja dia ga bekerja, dia kan cacat kakinya."
b.    Adanya label dari masyarakat yang menyebutkan "Pantes diem terus dirumah yaa dia, maklum kan dia aga sedikit kurang waras."


Referensi :
m.beritasatu.com
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 mengenai Penyandang Disabilitas.



analisis program Rabu Nyunda Kota Bandung

I.                    KEBIJAKAN MENGENAI RABU NYUNDA a.        Deskripsi Singkat Tentang Rabu Nyunda Rebo nyunda merupakan hari di man...