PERSPEKTIF
MASALAH SOSIAL DAN KEBIJAKAN SOSIAL TENTANG DISABILITAS
Disusun
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kebijakan Sosial
Dosen
:
Dra.
Ayi haryani, M. Pd
Dr.
R. Enkeu Agiati, M. Si
Kelompok
5 :
1. Elsa
Putri Utami
14.04.080
2. Sigit
Wartabone 14.04.131
3. Dewi
Mustika Fani 14.04.222
4. Bachtiar
Muslim 14.04.304
Kelas 3 J
SEKOLAH
TINGGI KESEJAHTERAAN SOSIAL ( STKS )
BANDUNG
2016
1.
ISU
TERKAIT AKSESBILITAS PENYANDANG DISABILITAS
Tujuan negara kita sebagaimana tertuang dalam sila ke-5
Pancasila adalah untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.Kata ‘seluruh’ dapat dimaknai bahwa hasil-hasil pembangunan sudah
seharusnya menyentuh seluruh lapisan masyarakat tanpa ada diskriminasi atau
pengecualian.
Dalam tataran pelaksanaannya, pembangunan
yang dijalankan oleh perangkat negara memang selayaknya diklasifikasikan ke
dalam skala prioritas. Namun alangkah tidak etis ketika negara abai atau lupa
terhadap hak-hak kelompok minoritas di dalam proses pembangunan, salah satunya
adalah hak penyandang disabilitas.
Fakta yang paling
kelihatan yaitu pada fasilitas umum seperti jalan dan bangunan di perkantoran,
sekolah, rumah sakit, dan sebagainya masih belum sepenuhnya memperkirakan atau
memperhatikan kepentingan penyandang disabilitas. Beberapa jalan dan bangunan
umum yang memiliki tangga sangat sulit diakses oleh penyandang disabilitas,
sehingga mobilitas mereka pun menjadi terhambat.
Berita yang diambil
dalam m.beritasatu.com
Taman Kota di Bandung
Sulit Diakses Kaum Disabilitas
Sabtu, 20 September 2014 | 19:02
Bandung
- Taman kota yang dibangun Pemerintah Kota Bandung ternyata masih sulit diakses
oleh penyandang disabilitas. "Banyak pembangunan seperti membuat
taman-taman, kelihatan indah, bagus tapi tidak ada fasilitas untuk memudahkan
kaum disabilitas menikmati taman itu," kata Wakil Direktur Bandung
Independent Living Center (BLIC) Aden Achmad saat diskusi penanganan kaum
disabilitas di Bandung, Sabtu (20/9).
Ia menuturkan, banyak penyandang
disabilitas yang memakai kursi roda atau tuna netra tidak merasa terfasilitasi
untuk akses menikmati fasilitas taman kota itu. Salah satu taman yang sulit
diakses, kata Aden, yaitu taman musik di Jalan Sumatera, pengunjung yang
memakai kursi roda sulit masuk ke taman itu. "Yang saya alami sendiri
taman musik sulit diakses, dan taman-taman lainnya, jadi pembangunan ini belum
terasa oleh kaum disabilitas, aksesibilitasnya terlupakan," kata Aden. Pembangunan
taman kota tersebut, kata Aden, merupakan program Wali Kota Ridwan Kamil dan
Wakilnya Oded yang baru satu tahun memimpin Kota Bandung.
Namun program pembangunan kota yang
dicanangkan oleh Ridwan Kamil itu, menurut Aden, belum berpihak pada
kepentingan banyak masyarakat seperti kaum disabilitas. "Ridwan Kamil
seorang arsitek tapi kenapa tidak suatu taman yang menyediakan jalur untuk kaum
disabilitas yang memakai kursi roda atau yang lainnya," kata Aden.
Perwakilan dari CBM sebuah organisasi
dunia bidang kesehatan Fredi, menambahkan bahwa pembangunan di Kota Bandung
memang belum memperhatikan kemudahan, keselamatan dan kenyamanan bagi kaum
penyandang disabilitas. Ia menyebutkan, selain taman kota, Rumah Sakit Soreang
di Kabupaten Bandung, kantor pemerintah serta tempat peribadatan belum
memberikan kemudahan bagi penyandang disabilitas untuk mendatangi tempat
tersebut.
Menurut dia, seharusnya pemerintah dalam
setiap pembangunan terutama tempat umum harus memperhatikan kemudahan aksesnya
bagi penyandang disabilitas. "Sangat disayangkan kita punya ITB (Institut
Teknologi Bandung) dengan banyak jurusan tekniknya tapi pembangunan kotanya
sendiri belum ramah bagi masyarakatnya," kata Fredi.
Sementara itu, diskusi tentang
penanganan kaum disabilitas di Bandung tersebut dihadiri perwakilan dari
beberapa penyandang disabilitas, tuna netra, dan tuna rungu. Dalam diskusi itu
penyandang disabilitas mengharapkan kepedulian pemerintah agar setiap
pembangunan tempat umum maupun transportasi umum dapat mudah diakses oleh kaum
disabilitas.
2. KEBIJAKAN TENTANG AKSESBILITAS
ORANG DENGAN KEDISABILITASAN
Kebijakan yang
dianalisis ialah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 mengenai Penyandang
Disabilitas.
Dengan
adanya berita seperti diatas yang berpendapat bahwa beberapa taman sebagai
salah satu fasilitas umum yang seharusnya menjadi hak bagi seluruh warga
masyarakat, namun tidak dapat dinikmati oleh penyandang disabilitas terlebih
dikarenakan tidak tersedianya aksesibilitas.
Menurut
kami, hal tersebut sangat tidak sesuai dengan isi pasal didalam undang-undang
tersebut. Salah satunya pada pasal 5 tentang Hak Penyandang Disabiltas, disitu
tertulis dengan jelas poin mengeai bahwa penyandang disabilitas memiliki hak
dalam aksesbilitas.
Terutama
pada Pasal 18 mengenai Hak Aksesibilitas
untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak: a. mendapatkan Aksesibilitas untuk
memanfaatkan fasilitas publik; dan b. mendapatkan Akomodasi yang Layak sebagai
bentuk Aksesibilitas bagi individu.
Undang-Undang No. 28
Tahun 2002 tentang Bangunan,
Diatur bahwasetiap bangunan harus menyediakan
fasilitas/infrastruktur untuk penyandangdisabilitas, kecuali perumahan pribadi.
Selain itu juga, ada Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 1998 tentang Upaya
Peningkatan Kesejahteraan Sosial bagi Penyandang Disabilitas.Peraturan tersebut
mengatur bahwa setiap penyelenggaraan fasilitas umum dan infrastruktur harus
menyediakan aksesibilitas yang setara.
3.
Pandangan
positif maupun negative dari masyarakat terkait kebijakan aksesbilitas orang
dengan kedisabiltasan (ODK)
(a) Pandangan
atau komentar dari Maulana Rotinsulu dalam website http://www.rahima.or.id/
Mengenai pengimplementasian Undang-Undang
tentang Disabilitas
Dulu di hotel berbintang lima, Mall-mall, dan berbagai
penerbangan lebih memahaminya sebagai pendampingan karena dalam Peraturan
Menteri PU lebih ditekankan pada hal yang terkait dengan pendampingan. Padahal
pengertian fasilitas dan aksesibilitas itu meliputi 4 asas yaitu keselamatan,
kemudahan, kegunaan, dan kemandirian. Pendampingan itu bukan bagian dari
aksesibilitas. Aksesibilitas itu terkait bagaimana menciptakan lingkungan yang
mudah untuk bisa digunakan, sehingga hal ini kondusif untuk kemandirian disabilitas. Sekarang, fasilitas dan aksesibilitas
penerbangan cukup baik, tetapi tetap saja perlu ditingkatkan. Seperti di
Garbarata, ada akses yang nyaman bagi masyarakat umum maupun untuk penyandang
disabilitas. Misalkan, adanya display pemberangkatan adalah salah satu
akses yang sangat membantu disabilitas tuna rungu.
Permasalahannya
adalah jika terlepas dari akses itu misalnya ada perubahan waktu yang diumumkan
melalui suara, maka disabilitas tuna rungu menjadi tidak bisa mengakses
informasi.Fasilitas akses lainnya di bandara adalah toilet. Di Bandara Soekarno
Hatta sudah disediakan akses toilet duduk yang di dindingnya ada pegangannya,
sehingga ini memudahkan mereka yang mengalami gangguan motorik atau kaki mereka
tidak bisa menggunakan toilet jongkok.
(b)Penyandang
disabilitas merespon positif terhadap undang-undang yang baru di keluarkan pada
tahun 2016.
Seperti yang diungkapkan oleh Serafina salah satu penyandang
disabilitas “Ini adalah langkah
awal bagi penyandang disabilitas untuk memulai perjuangan yang baru untuk bisa
hidup dengan lebih baik.Kami merasa bahwa sudah ada perlindungan hukum yang
kuat bagi kami.Berdasarkan undang-undang ini, semua sudah memberikan
respons.Hanya masih ada kendala, di bidang pendidikan misalnya, guru-gurunya
belum siap karena kurikulumnya juga harus disesuaikan dengan kemampuan murid
yang disabilitas. Tetapi secara umum, mereka semua memberikan respons yang
positif,”
4.
Lima
perspektif masalah disabilitas
1.
Patalogi Sosial :
a. Orang
dengan disabilitas tidak dapat beraktivitas secara normal seperti orang pada
umumnya.
b. Keterbatasan
dalam menjalanankan peranan sehari-hari.
c. Keterbatasan
dalam mengakses sumber dan memenuhi kebutuham hidupnya sehari-hari.
d. Terdapat
keterbatasan dalam beradaptasi dengan kondisi disabilitas yang dimilikinya.
2. Disorganisasi
Sosial:
a. Kepercayaan
diri yang rendah.
b. Penyandang
disabilitas tidak dapat bersosialisasi baik dengan lingkungan masyarakat.
c. Orang
disabilitas sering mendapat diskriminasi "Orang Sakit" sehingga sulit
beradaptasi dalam lingkungan sosialnya.
3. Konflik
Nilai
Permasalahan disabilitas sering timbul
tatkala lingkungan masyarakat sekitar penyandang disabilitas tidak mendukung
keberfungsian sosialnya, sehingga sering dianggap tidak berdaya.
4. Perilaku
Menyimpang
a. Menarik
diri dari sebagian atau seluruh aktivitas masyarakat yang ada dilingkunganga,
seperti : rembuk warga, kerja bakti, pengajian.
b. Menghindari
kerumunan masyarakat dan cendrung menyendiri.
c. Sering
merasa tersinggung jika orang mempermasalahkan atau melihat keadaannya dengan
sebelah mata.
5. Labelling
a. Adanya
label dari masyarakat "Pantes saja dia ga bekerja, dia kan cacat
kakinya."
b. Adanya
label dari masyarakat yang menyebutkan "Pantes diem terus dirumah yaa dia,
maklum kan dia aga sedikit kurang waras."
Referensi
:
m.beritasatu.com
Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2016 mengenai Penyandang Disabilitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar