Jumat, 16 Maret 2018

anaisis kebijakan penyandang disabilitas


PERSPEKTIF MASALAH SOSIAL DAN KEBIJAKAN SOSIAL TENTANG DISABILITAS
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kebijakan Sosial
Dosen :
Dra. Ayi haryani, M. Pd
Dr. R. Enkeu Agiati, M. Si


Kelompok 5 :
1.      Elsa Putri Utami                      14.04.080
2.      Sigit Wartabone                      14.04.131
3.      Dewi Mustika Fani                 14.04.222
4.      Bachtiar Muslim                      14.04.304

Kelas 3 J

SEKOLAH TINGGI KESEJAHTERAAN SOSIAL ( STKS )
BANDUNG
2016
1.      ISU TERKAIT AKSESBILITAS PENYANDANG DISABILITAS
Tujuan negara kita sebagaimana tertuang dalam sila ke-5 Pancasila adalah untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.Kata ‘seluruh’ dapat dimaknai bahwa hasil-hasil pembangunan sudah seharusnya menyentuh seluruh lapisan masyarakat tanpa ada diskriminasi atau pengecualian.
Dalam tataran pelaksanaannya, pembangunan yang dijalankan oleh perangkat negara memang selayaknya diklasifikasikan ke dalam skala prioritas. Namun alangkah tidak etis ketika negara abai atau lupa terhadap hak-hak kelompok minoritas di dalam proses pembangunan, salah satunya adalah hak penyandang disabilitas.
Fakta yang paling kelihatan yaitu pada fasilitas umum seperti jalan dan bangunan di perkantoran, sekolah, rumah sakit, dan sebagainya masih belum sepenuhnya memperkirakan atau memperhatikan kepentingan penyandang disabilitas. Beberapa jalan dan bangunan umum yang memiliki tangga sangat sulit diakses oleh penyandang disabilitas, sehingga mobilitas mereka pun menjadi terhambat.
Berita yang diambil dalam m.beritasatu.com
Taman Kota di Bandung Sulit Diakses Kaum Disabilitas
Sabtu, 20 September 2014 | 19:02

Bandung - Taman kota yang dibangun Pemerintah Kota Bandung ternyata masih sulit diakses oleh penyandang disabilitas. "Banyak pembangunan seperti membuat taman-taman, kelihatan indah, bagus tapi tidak ada fasilitas untuk memudahkan kaum disabilitas menikmati taman itu," kata Wakil Direktur Bandung Independent Living Center (BLIC) Aden Achmad saat diskusi penanganan kaum disabilitas di Bandung, Sabtu (20/9).
Ia menuturkan, banyak penyandang disabilitas yang memakai kursi roda atau tuna netra tidak merasa terfasilitasi untuk akses menikmati fasilitas taman kota itu. Salah satu taman yang sulit diakses, kata Aden, yaitu taman musik di Jalan Sumatera, pengunjung yang memakai kursi roda sulit masuk ke taman itu. "Yang saya alami sendiri taman musik sulit diakses, dan taman-taman lainnya, jadi pembangunan ini belum terasa oleh kaum disabilitas, aksesibilitasnya terlupakan," kata Aden. Pembangunan taman kota tersebut, kata Aden, merupakan program Wali Kota Ridwan Kamil dan Wakilnya Oded yang baru satu tahun memimpin Kota Bandung.
Namun program pembangunan kota yang dicanangkan oleh Ridwan Kamil itu, menurut Aden, belum berpihak pada kepentingan banyak masyarakat seperti kaum disabilitas. "Ridwan Kamil seorang arsitek tapi kenapa tidak suatu taman yang menyediakan jalur untuk kaum disabilitas yang memakai kursi roda atau yang lainnya," kata Aden.
Perwakilan dari CBM sebuah organisasi dunia bidang kesehatan Fredi, menambahkan bahwa pembangunan di Kota Bandung memang belum memperhatikan kemudahan, keselamatan dan kenyamanan bagi kaum penyandang disabilitas. Ia menyebutkan, selain taman kota, Rumah Sakit Soreang di Kabupaten Bandung, kantor pemerintah serta tempat peribadatan belum memberikan kemudahan bagi penyandang disabilitas untuk mendatangi tempat tersebut.
Menurut dia, seharusnya pemerintah dalam setiap pembangunan terutama tempat umum harus memperhatikan kemudahan aksesnya bagi penyandang disabilitas. "Sangat disayangkan kita punya ITB (Institut Teknologi Bandung) dengan banyak jurusan tekniknya tapi pembangunan kotanya sendiri belum ramah bagi masyarakatnya," kata Fredi.
Sementara itu, diskusi tentang penanganan kaum disabilitas di Bandung tersebut dihadiri perwakilan dari beberapa penyandang disabilitas, tuna netra, dan tuna rungu. Dalam diskusi itu penyandang disabilitas mengharapkan kepedulian pemerintah agar setiap pembangunan tempat umum maupun transportasi umum dapat mudah diakses oleh kaum disabilitas.


2.      KEBIJAKAN TENTANG AKSESBILITAS ORANG DENGAN KEDISABILITASAN
Kebijakan yang dianalisis ialah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 mengenai Penyandang Disabilitas.
Dengan adanya berita seperti diatas yang berpendapat bahwa beberapa taman sebagai salah satu fasilitas umum yang seharusnya menjadi hak bagi seluruh warga masyarakat, namun tidak dapat dinikmati oleh penyandang disabilitas terlebih dikarenakan tidak tersedianya aksesibilitas.
Menurut kami, hal tersebut sangat tidak sesuai dengan isi pasal didalam undang-undang tersebut. Salah satunya pada pasal 5 tentang Hak Penyandang Disabiltas, disitu tertulis dengan jelas poin mengeai bahwa penyandang disabilitas memiliki hak dalam aksesbilitas.
Terutama pada Pasal 18 mengenai  Hak Aksesibilitas untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak: a. mendapatkan Aksesibilitas untuk memanfaatkan fasilitas publik; dan b. mendapatkan Akomodasi yang Layak sebagai bentuk Aksesibilitas bagi individu.
Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan,
Diatur bahwasetiap bangunan harus menyediakan fasilitas/infrastruktur untuk penyandangdisabilitas, kecuali perumahan pribadi. Selain itu juga, ada Peraturan Pemerintah No.43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial bagi Penyandang Disabilitas.Peraturan tersebut mengatur bahwa setiap penyelenggaraan fasilitas umum dan infrastruktur harus menyediakan aksesibilitas yang setara.

3.      Pandangan positif maupun negative dari masyarakat terkait kebijakan aksesbilitas orang dengan kedisabiltasan (ODK)
(a)    Pandangan atau komentar dari Maulana Rotinsulu dalam website http://www.rahima.or.id/
Mengenai pengimplementasian Undang-Undang tentang Disabilitas
Dulu di hotel berbintang lima, Mall-mall, dan berbagai penerbangan lebih memahaminya sebagai pendampingan karena dalam Peraturan Menteri PU lebih ditekankan pada hal yang terkait dengan pendampingan. Padahal pengertian fasilitas dan aksesibilitas itu meliputi 4 asas yaitu keselamatan, kemudahan, kegunaan, dan kemandirian. Pendampingan itu bukan bagian dari aksesibilitas. Aksesibilitas itu terkait bagaimana menciptakan lingkungan yang mudah untuk bisa digunakan, sehingga hal ini kondusif untuk kemandirian disabilitas. Sekarang, fasilitas dan aksesibilitas penerbangan cukup baik, tetapi tetap saja perlu ditingkatkan. Seperti di Garbarata, ada akses yang nyaman bagi masyarakat umum maupun untuk penyandang disabilitas. Misalkan, adanya display pemberangkatan  adalah salah satu akses yang sangat membantu disabilitas tuna rungu.
Permasalahannya adalah jika terlepas dari akses itu misalnya ada perubahan waktu yang diumumkan melalui suara, maka disabilitas tuna rungu menjadi tidak bisa mengakses informasi.Fasilitas akses lainnya di bandara adalah toilet. Di Bandara Soekarno Hatta sudah disediakan akses toilet duduk yang di dindingnya ada pegangannya, sehingga ini memudahkan mereka yang mengalami gangguan motorik atau kaki mereka tidak bisa menggunakan toilet jongkok.
(b)Penyandang disabilitas merespon positif terhadap undang-undang yang baru di keluarkan pada tahun 2016.
Seperti yang diungkapkan oleh Serafina salah satu penyandang disabilitas “Ini adalah langkah awal bagi penyandang disabilitas untuk memulai perjuangan yang baru untuk bisa hidup dengan lebih baik.Kami merasa bahwa sudah ada perlindungan hukum yang kuat bagi kami.Berdasarkan undang-undang ini, semua sudah memberikan respons.Hanya masih ada kendala, di bidang pendidikan misalnya, guru-gurunya belum siap karena kurikulumnya juga harus disesuaikan dengan kemampuan murid yang disabilitas. Tetapi secara umum, mereka semua memberikan respons yang positif,”
4.      Lima perspektif masalah disabilitas
1.                   Patalogi Sosial :
a.    Orang dengan disabilitas tidak dapat beraktivitas secara normal seperti orang pada umumnya.
b.    Keterbatasan dalam menjalanankan peranan sehari-hari.
c.    Keterbatasan dalam mengakses sumber dan memenuhi kebutuham hidupnya sehari-hari.
d.   Terdapat keterbatasan dalam beradaptasi dengan kondisi disabilitas yang dimilikinya.
2.      Disorganisasi Sosial:
a.    Kepercayaan diri yang rendah.
b.    Penyandang disabilitas tidak dapat bersosialisasi baik dengan lingkungan masyarakat.
c.    Orang disabilitas sering mendapat diskriminasi "Orang Sakit" sehingga sulit beradaptasi dalam lingkungan sosialnya.

3.      Konflik Nilai
Permasalahan disabilitas sering timbul tatkala lingkungan masyarakat sekitar penyandang disabilitas tidak mendukung keberfungsian sosialnya, sehingga sering dianggap tidak berdaya.
4.      Perilaku Menyimpang
a.       Menarik diri dari sebagian atau seluruh aktivitas masyarakat yang ada dilingkunganga, seperti : rembuk warga, kerja bakti, pengajian.
b.      Menghindari kerumunan masyarakat dan cendrung menyendiri.
c.       Sering merasa tersinggung jika orang mempermasalahkan atau melihat keadaannya dengan sebelah mata.
5.      Labelling
a.    Adanya label dari masyarakat "Pantes saja dia ga bekerja, dia kan cacat kakinya."
b.    Adanya label dari masyarakat yang menyebutkan "Pantes diem terus dirumah yaa dia, maklum kan dia aga sedikit kurang waras."


Referensi :
m.beritasatu.com
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 mengenai Penyandang Disabilitas.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

analisis program Rabu Nyunda Kota Bandung

I.                    KEBIJAKAN MENGENAI RABU NYUNDA a.        Deskripsi Singkat Tentang Rabu Nyunda Rebo nyunda merupakan hari di man...