Jumat, 16 Maret 2018

Peran Pekerja Sosial di Bidang Kesehatan


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Terminal Ilnes adalah suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya, kematian tidak dapat dihindarkan dalam waktu yang bervariasi (Stuard & Sundeen 1995). Pasien terminal illness adalah pasien yang sedang menderita sakit dimana tingkat sakitnya telah mencapai stadium lanjut sehingga pengobatan medis tidak mungkin dapat menyembuhkan lagi. Oleh karena itu pasien terminal illness harus mendapatkan perawatan paliatif yang bersifat meredakan gejala penyakit, namun tidak lagi berfungsi untuk menyembuhkan. Fungsi perawatan paliatif pada pasien hanya untuk mengendalikan nyeri yang dirasakan.
Salah satu penyakit terminal yaitu penyakit hemophilia. Penyakit hemophilia merupakan penyakit genetik (bersifat menurun) yakni adanya gangguan dalam proses pembekuan darah. Orang yang menderita hemophilia mengalami pendarahan baik di dalam ataupun luar. Ketika seorang hemophilia mengalami pendarahan hal tersebut tidak dapat dihindarkan. Bahkan ketika terus terjadi pendarahan penderita hemophilia bisa mengalami kematian. Kondisi yang tidak memungkinkan penderita beraktivitas seperti biasa  tentu membuat seseorang akan mengalami masalah baik dalam kondisi psikologis maupun sosialnya.
Sebagai calon pekerja sosial professional di bidang kesehatan, masalah tersebut tentu menggugah dirinya untuk dapat terjun langsung dalam upaya pertolongan. Pertolongan yang dimaksud yaitu membantu penderita hemophilia dalam mengatasi permasalahan psikologis dan sosialnya. Permasalahan-permasalahan klien digali melalui assesment masalah dan kebutuhan, yang nantinya sebagai bahan dalam menyusun rencana intervensi.
B.       Rumusan Masalah
a.       Bagaimana gambaran umum klien?
b.      Bagaimana analisis masalah yang dialami klien?
c.       Bagaimana rencana intervensi yang dilakukan untuk menangani masalah klien?
C.      Tujuan
a.       Untuk mengetahui gambaran umum klien.
b.      Untuk mengetahui masalah yang dialami klien
c.       Untuk mengetahui rencana intervensi untuk menangani masalah klien.

BAB II

                                                TINJAUAN PUSTAKA


A.      Definisi Hemofilia

Hemofilia adalah suatu penyakit yang menyebabkan tubuh kekurangan protein yang dibutuhkan dalam proses pembekuan darah bilamana terjadi perdarahan. Protein ini lazim disebut faktor pembekuan atau faktor koagulasi.Hemofilia sebenarnya merupakan penyakit keturunan yang langka terjadi. Penderita penyakit ini akan lebih lama mengalami perdarahan daripada orang-orang normal.

B.       Penyebab hemofilia

Proses pembekuan darah membutuhkan unsur-unsur seperti trombosit, faktor-faktor pembekuan, dan sebagainya. Terdapat 13 faktor pembekuan di tubuh, penamaannya ditandai dengan huruf romawi.
Di dalam kasus hemofilia, terdapat mutasi gen yang menyebabkan tubuh tidak cukup memiliki faktor pembekuan tertentu.Sebagai contoh, hemofilia A disebabkan kurangnya faktor pembekuan VIII (8) dan hemofilia B disebabkan kurangnya faktor pembekuan IX (9) di dalam darah.
Untaian DNA atau sebutan lainnya adalah kromosom merupakan suatu rangkaian instruksi lengkap yang mengendalikan produksi berbagai faktor.Kromosom bukan hanya menentukan jenis kelamin pada bayi, namun juga mengatur kinerja sel-sel di dalam tubuh.Semua manusia memiliki sepasang kromosom seks di mana komposisi pada wanita adalah XX dan pada pria adalah XY. Hemofilia adalah penyakit yang diwariskan melalui mutasi pada kromosom X. Oleh sebab itu pria cenderung menjadi pengidap, sementara wanita cenderung menjadi pewaris atau pembawa mutasi gen tersebut.

C.      Gejala hemophilia

Gejala utama hemofilia adalah perdarahan yang sulit berhenti atau berlangsung lebih lama.Gejala ini bisa ringan atau berat.Tingkat keparahan tergantung dari jumlah faktor pembekuan di dalam darah.
Pada hemofilia ringan, jumlah faktor pembekuan berkisar antara lima hingga lima puluh persen. Penderita hemofilia jenis ini biasanya tidak akan merasakan gejala kecuali dirinya mengalami kecelakaan yang menyebabkan luka yang berarti atau menjalani prosedur cabut gigi atau operasi lainnya.
Pada hemofilia sedang, jumlah faktor pembekuan berkisar antara satu hingga lima persen. Penderita hemofilia jenis ini mudah memar dan rentan mengalami perdarahan sendi, terutama bila terantuk atau jatuh.Sendi yang paling umum terkena adalah bagian lutut, siku, dan pergelangan kaki.Gejala awalnya berupa kesemutan dan nyeri ringan yang selanjutnya bisa bertambah sakit, bengkak, kaku, serta terasa panas apabila tidak ditangani.
Jenis hemofilia yang terakhir adalah hemofilia berat.Pada jenis ini jumlah faktor pembekuan kurang dari satu persen. Penderita biasanya akansering mengalami perdarahan seperti gusi berdarah, mimisan, dan perdarahan sendi serta otot tanpa sebab yang jelas. Hemofilia berat bisa menimbulkan komplikasi seperti perdarahan internal (perdarahan di dalam tubuh) yang serius, perdarahan jaringan lunak, dan deformitas sendi apabila tidak ditangani.
Bagi penderita hemofilia, khususnya hemofilia sedang dan berat, waspadai terjadinya perdarahan intrakranial atau perdarahan di dalam tengkorak kepala.Biasanya hal ini terjadi apabila penderita mengalami cedera di kepala dan jarang terjadi secara spontan (tanpa cedera).
Gejala perdarahan intrakranial diantaranya adalah sakit kepala berat, muntah, leher kaku, kelumpuhan di sebagian atau seluruh otot wajah, penglihatan ganda dan yang lainnya.Penderita hemofilia yang mengalami perdarahan intrakranial butuh penanganan segera.

D.      Diagnosis hemofilia

Apabila tidak ada riwayat keluarga yang menderita hemophilia, biasanya hemophilia terdiagnosis dari gejala-gejala yang timbul.Anak biasanya dicurigai menderita penyakit ini pada saat mulai merangkak atau berjalan yang mana anak mudah memar dan mengalami perdarahan sendi. Pada kasus yang ringan, biasanya akan terdeteksi saat dewasa pada saat menjalani prosedur gigi atau prosedur lainnya.
Bila ada riwayat hemophilia di keluarga, ada berbagai metode untuk mendiagnosis apakah anak terkena hemofilia.Metode-metode ini bisa dilakukan sebelum dan selama kehamilan, serta sesudah anak lahir.
Di masa perencanaan kehamilan, pemeriksaan genetika mungkin bisa membantu. Dalam metode ini, ahli akan memeriksa sampel darah atau jaringan pasangan untuk mengetahui adanya perubahan genetika yang menjurus pada hemofilia sehingga besarnya risiko penularan kondisi tersebut pada anak-anak dapat diketahui.
Untuk pemeriksaan hemofilia di masa kehamilan, metode yang bisa dilakukan diantaranya adalah chorionic villus sampling (CVS) atau amniosentesis.Namun pelaksanaan kedua tes ini hendaknya didiskusikan terlebih dahulu karena berisiko menyebabkan keguguran dan kelahiran prematur.
Tes CVS biasanya dilakukan saat kehamilan memasuki usia sebelas hingga empat belas minggu dan tes amniosentesis biasanya dilakukan di usia kehamilan lima belas hingga dua puluh minggu. Sampel yang biasanya diuji dalam tes CVS adalah sampel jaringan plasenta, sedangkan dalam amniosentesis adalah sampel cairan amniotik.
Jenis pemeriksaan hemofilia ketiga adalah tes darah yang dilakukan sesudah bayi lahir.Tes ini meliputi pemeriksaan darah lengkap, tes fungsi faktor-faktor pembekuan, seperti faktor pembekuan VIII (8) dan IX (9).Sampel yang diuji biasanya diambil dari tali pusar.Selain dapat mendeteksi hemofilia pada anak, tes ini juga dapat menentukan tingkat keparahan kondisi tersebut. Tes yang sama juga dilakukan pada pasien dewasa yang dicurigai menderita hemofilia.

E.       Penanganan hemofilia

Penanganan hemofilia dikelompokan menjadi dua, yaitu untuk mencegah timbulnya perdarahan (profilaksis) dan pengobatan pada saat terjadi perdarahan (on-demand). Untuk mencegah terjadinya perdarahan, penderita biasanya diberikan suntikan faktor pembekuan darah.Penderita hemophilia A diberikan faktor VIII (8) dan penderita hemophilia B diberikan faktor IX (9).
Untuk pengobatan pada saat terjadi perdarahan, obat yang diberikan sebenarnya sama seperti pengobatan untuk pencegahan, yaitu penambahan faktor VIII (8) untuk hemofilia A dan faktor IX (9) untuk hemophilia B. Efek samping yang mungkin terjadi setelah pemberian faktor VIII (8) adalah sakit pada tempat suntikan dan gatal-gatal. Sedangkan efek samping pemberian faktor IX (9) adalah sakit kepala dan mual.
Selain itu, ada obat lain yang bisa diberikan dalam penanganan hemofilia A, yaitu desmopressin. Obat ini mampu merangsang produksi faktor pembekuan darah VIII di dalam darah.Efek samping pemberian desmopressin di antaranya adalah mual, sakit perut, dan sakit kepala


BAB III
PEMBAHASAN

1.      GAMBARAN UMUM KLIEN
a.      Identitas klien
Nama                        : “A”
Umur                         : 30 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama                      : Islam
Status                        : belum menikah

b.      Hasil Wawancara
 “A” merupakan seorang penderita hemophilia. Penyakit tersebut berasal dari penyakit yang diturunkan oleh kakek bunyutnya dan ibunya sebagai pembawa gen hemophilia (bersifat carier). Tidak hanya “A” yang menderita hemophilia tetapi ada juga 5 saudara sepupunya yang mengalami hal yang sama.
Meskipun ibunya bersifat carier hal tersebut tidak diketahui keluarganya. Karena jika disilsilahkan dari keturunan keluarga ada kemungkinan si ibu tidak merupakan pembawa gen hemophilia. Untuk kasus “A” sendiri ia diketahui menderita hemophilia saat berumur 9 bulan yaitu ketika “A” belajar merangkak. Saat itu bagian sendinya membiru/bengkak, orang tuanya langsung membawa ke rumah sakit, ketika itu baru diketahui bahwa ia menderita hemophilia. Pada kasus “A” ini merupakan pendarahan yang terjadi di dalam tubuh. Pendarahan di dalam tubuh justru dinilai berbahaya karena gejalanya tidak terlihat langsung tetapi memiliki akibat yang menghawatirkan. Misalnya ketika terjadi pendarahan di dalam lutut, si anak tidak mampu untuk berjalan.
Dulu waktu “A” masih berada disekolah dasar, dia pernah mengalami pendarahan di dalam, badannya bengkak dan membiru terutama di bagian sendi, seperti bagian lutut,tangan,paha dan kaki. Hal itu menyebabkan “A” tidak bisa berjalan dan harus digendong ke sekolah.  Bahkan “A” tidak masuk sekolah sampai 6 bulan dan menyebabkan dia tinggal kelas. Hal tersebut membuat “A” merasa minder dan malu. Ketika pendarahannya kambuh kondisi fisik penderita akan lemas dan tidak bisa melakukan apa-apa. Pendarahan yang terjadi di dalam seringkali tidak tau penyebabnya, berbeda ketika pendarahan luar. Jika pendarahan luar masih bisa di cegah yaitu dengan menjaga bagian tubuhnya dari luka yang menyebabkan darahnya keluar.
Keluarga “A” tergolong keluarga yang cukup mampu. Tetapi untuk memenuhi pembiayaan rutin mengalami kesulitan. Karena biaya pengobatan untuk penderita hemophilia bisa di bilang mahal. Biaya mencapai 4.5 juta untuk setiap 250 cc. sedangkan 1x pengobatan mencapai 5 vial. Sedangkan ketika terjadi pendarahan besar bisa mencapai 9 vial x 250 cc. Bisa dibayangkan berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan setiap pengobatan. Tetapi untuk saat ini pembiayaan sudah cukup terbantu dari Yayasan Peduli Hemofilia yang bekerja sama dengan RS. Hasan Sadikin.
Untuk usia “A” yang tergolong sudah tidak muda lagi, “A” mengalami kesulitan dalam mencari pasangan hidup dan mencari pekerjaan. Dulu “A” pernah bekerja di suatu pabrik tetapi karea penyakit tersebut pada akhirnya ia mengundurkan diri. Karena hobinya terhadap musik, saat ini “A” memiliki kesibukan dalam megurus studio musiknya.

2.      ANALISIS MASALAH
a.       Aspek Biologis
Klien memiliki tubuh yang lengkap tanpa adanya kecacatan secara fisik. Jika dilihat secara langsung tidak ada perubahan dari kondisi fisiknya. Tetapi berdasarkan pengakuan klien dan pengurus yayasan mengatakan jika penyakit klien sedang kambuh, kondisi fisiknya lemah, bagian tubuhnya membengkak/membiru, dan wajahnya pucat.

b.      Aspek Psikologis
Klien termasuk orang yang mempunyai sifat introvert. Hal itu dapat dilihat dari cara ia menjawab pertanyaan. Klien terlihat menutup diri dan enggan menceritakan masalahnya. Klien juga memiliki masalah psikologis seperti rendah diri dan putus asa. Sifat tersebut juga berkaitan dengan pengalaman dirinya saat sekolah ataupun saat bekerja yang masih terbawa hingga saat ini. Klien juga mempunyai masalah dalam mencari pasangan hidup dan hal itu juga mengganggu segi psikologisnya.

c.       Aspek Sosial
Hubungan sosial klien cukup baik, hal ini dapat dilihat walaupun dia sebagai penderita hemophilia dia juga selaku pengurus di yayasan hemophilia yang cukup aktif. Klien tidak mudah bergaul dengan orang yang belum ia kenal.

d.      Aspek Ekonomi                                                                                
Klien termasuk dalam keluarga yang cukup mampu, hanya saja untuk pengobatan rutin biayanya mahal. Biaya mencapai 4.5 juta setiap 250 cc. sedangkan 1x pengobatan mencapai 5 vial dan ketika terjadi pendarahan besar bisa mencapai 9 vial x 250 cc. Dalam kondisi normal penderita hemofilia membutuhkan pengobatan rutin minimal satu bulan sekali, karena jika tidak terpenuhi kondisinya akan melemah dan pendarahan bisa kambuh lagi. Hal tersebut tentu memberatkan pihak keluarga. Ditambah klien tidak memiliki penghasilan. Klien memang sudah mendapat bantuan dari RS. Hasan Sadikin dalam pengobatan, tetap hal tersebut hanya pengobatan dalam keadaan yang urgent bukan pengobatan rutin.

3.      RENCANA INTERVENSI
Rencana intervensi merupakan rancangan cara atau strategi yang akan digunakan pekerja sosial dalam mengembalikan keberfungsian sosial individu,kelompok atau masyarakat. Berdasarkan permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh klien, adapun tujuan dalam rencana intervensi yang akan dilakukan yaitu:
1)      Membantu klien untuk mengkatarsiskan perasaan yang dialaminya.
2)      Membantu meningkatkan kepercayaan diri dalam menjalani kehidupan.
3)      Membantu klien agar dapat memiliki pekerjaan/ penghasilan.

a.      Teori / Pendekatan

1.      Pendekatan Psikodinamika
Pendekatan psikodinamika memahami tingkah laku manusia sebagai manifestasi dari perkembangan kepribadian klien di masa lalu. Dengan perkataan lain psikodinamika memandang bahwa tingkah laku manusia dibentuk oleh pengalaman-pengalaman masa lalu yang sering kali disimpan dibawah alam sadar manusia. Teknik-teknik dalam pendekatan ini banyak digunakan oleh para psikolog dan psikoanalisa. Akan tetapi terdapat juga beberapa teknik dalam pendekatan ini yang bisa digunakan pekerja sosial seperti teknik eksplorasi, deskripsi dan ventilasi. Teknik-teknik biasa digunakan peksos dalam menolong klien yang menghadapi gangguan depresi ringan, yang disebabkan oleh, pengalaman masa lalu yang masih dalam batasan kesadaran orang.
2.      Pendekatan Humanistik
Pendekatan humanisitik merupakan pendekatan yang bermula dari proses terhadap pendekatan yang telah ada sebelumnya yang membatasi dan memaksa fungsi manusia. Pendekatan humanistik memandang manusia sebagai makhluk yang memiiliki tujuan dan mampu menentukan pilihannya sendiri. Tujuan terapi dalam pendekatan humansitik adalah untuk memaksimalkan potensi diri klien untuk berkembang dan memperoleh kebahagiaan. Ada tiga pendekatan psikoterapi utama dalam pendekatan ini, yaitu psikoterapi Client Centered Rogers. Logoteraoi Frankl, dan Terapi Gestalt oleh Perls.
b.      Metode
Metode yang digunakan dalam kasus “A” yaitu metode case work. Metode case work yaitu metode yang digunakan untuk membantu mengatasi masalah individu dan keluarga.

c.       Teknik
1.      Konseling
        Konseling adalah inti dari praktek sosial casework. Pelayanan konseling diberikan untuk terapi masalah-masalah emosional dan interpersonal individu dan keluarga. Terdapat tiga tahap dalam konseling, yaitu: tahap membangun relasi, tahap mengeksplorasi masalah secara mendalam; dan  tahap mengeksplorasi alternatif-alternatif solusinya.

2.      Support
          Teknik ini mengandung arti memberikan semangat, menyokong dan mendorong aspek-aspek dari fungsi klien, seperti kekuatan-kekuatan internalnya, cara berperilaku dan hubungannya dengan orang lain. Support harus didasarkan pada kenyataan dan pekerja sosial memberikan dukungan terhadap perilaku atau kegiatan-kegiatan positif dari klien. Pekerja sosial harus membantu klien apabila klien mengalami kegagalan dan sebaliknya lebih mendorong klien apabila berhasil. Sebaiknya pekerja sosial menyatakan terlebih dahulu aspek-aspek yang positif sebelum menyatakan aspek-aspek negatif dari situasi yang dialami klien.

d.      Peran
1.      Broker
Pekerja sosial dapat menghubungkan klien dengan sumber-sumber yang menyediakan pelayanan yang dibutuhkan seperti bantuan mendapatkan pengobatan rutin secara gratis. Pekerja sosial dapat menghubungkan klien dengan dunia usaha, agar studio musiknya dapat berkembang dan menjadi sumber penghasilan bagi klien.
2.       Adovokat
Seringkali pekerja sosial berhadapan dengan sistem politik. Dalam rangka menjamin kebutuhan dan sumber yang diperlukan oleh klien atau dalam melaksanakan tujuan-tujuan pendampingan sosial. Manakala pelayanan dan sumber-sumber sulit dijangkau oleh klien, pekerja sosial harus memainkan peranan sebagai pembela. Seperti dalam kasus ini pekerja sosial mengupayakan pada pihak RS.Hasan Sadikin agar menerima pasien hemophilia untuk mendapatkan  pengobatan rutin dan juga mencarikan lembaga lain yang mau membantu.

3.      Fasilitator
Peran sebagai fasilitator yaitu dengan cara menyediakan atau memberikan kesempatan dan memfasilitasi klien dalam mengungkapkan masalahnya sehingga klien dapat mencurahkan isi hatinya. Selain itu dapat juga dilakukan dengan   mendampingi klien dalam setiap tindakan, memberikan dukungan emosional yang diperlukan klien agar klien merasa   diperhatikan dan terpenuhi kebutuhan emosionalnya.

4.      Konselor
Memberikan pelayanan konsultasi kepada klien untuk mengungkapkan permasalahannya. Pekerja sosial juga harus menyadari permasalahan serta melihat potensi dan kekuatan yang dimiliki klien. Ia juga harus memberikan alternatif-alternatif pemecahan masalah.


BAB IV
PENUTUP

1.      Kesimpulan
Intervensi Pekerjaan Sosial adalah aktivitas profesional Pekerjaan Sosial yang dikenakan / ditujukan kepada orang, baik secara individu, kelompok, maupun masyarakat. Sebelum menyusun rencana intervensi pekerja sosial harus menggali masalah dan potensi yang dimiliki oleh klien. Rencana intervensi memiliki tujuan untuk merancang upaya pertolongan sebelum melakukan intervensi kepada klien.
            Dalam intervensi yang dilakukan pada kasus “A” pekerjaan sosial menggunakan pendekatan psikodinamika dan humanistika. Metode yang digunakan yaitu case work dengan teknik konseling dan support. Selai itu pekerja sosial juga dapat memainkan perannya sebagai broker, fasilitator, konselor dan advocator.










Tidak ada komentar:

Posting Komentar

analisis program Rabu Nyunda Kota Bandung

I.                    KEBIJAKAN MENGENAI RABU NYUNDA a.        Deskripsi Singkat Tentang Rabu Nyunda Rebo nyunda merupakan hari di man...