BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Terminal Ilnes
adalah suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan tidak ada obatnya,
kematian tidak dapat dihindarkan dalam waktu yang bervariasi (Stuard &
Sundeen 1995). Pasien terminal illness
adalah pasien yang sedang menderita sakit dimana tingkat sakitnya telah
mencapai stadium lanjut sehingga pengobatan medis tidak mungkin dapat
menyembuhkan lagi. Oleh karena itu pasien terminal
illness harus mendapatkan perawatan paliatif yang bersifat meredakan gejala
penyakit, namun tidak lagi berfungsi untuk menyembuhkan. Fungsi perawatan
paliatif pada pasien hanya untuk mengendalikan nyeri yang dirasakan.
Salah
satu penyakit terminal yaitu penyakit hemophilia. Penyakit hemophilia merupakan
penyakit genetik (bersifat menurun) yakni adanya gangguan dalam proses
pembekuan darah. Orang yang menderita hemophilia mengalami pendarahan baik di
dalam ataupun luar. Ketika seorang hemophilia mengalami pendarahan hal tersebut
tidak dapat dihindarkan. Bahkan ketika terus terjadi pendarahan penderita
hemophilia bisa mengalami kematian. Kondisi yang tidak memungkinkan penderita
beraktivitas seperti biasa tentu membuat
seseorang akan mengalami masalah baik dalam kondisi psikologis maupun
sosialnya.
Sebagai
calon pekerja sosial professional di bidang kesehatan, masalah tersebut tentu
menggugah dirinya untuk dapat terjun langsung dalam upaya pertolongan. Pertolongan
yang dimaksud yaitu membantu penderita hemophilia dalam mengatasi permasalahan
psikologis dan sosialnya. Permasalahan-permasalahan klien digali melalui
assesment masalah dan kebutuhan, yang nantinya sebagai bahan dalam menyusun
rencana intervensi.
B.
Rumusan
Masalah
a. Bagaimana
gambaran umum klien?
b. Bagaimana
analisis masalah yang dialami klien?
c. Bagaimana
rencana intervensi yang dilakukan untuk menangani masalah klien?
C.
Tujuan
a. Untuk
mengetahui gambaran umum klien.
b. Untuk
mengetahui masalah yang dialami klien
c. Untuk
mengetahui rencana intervensi untuk menangani masalah klien.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Definisi Hemofilia
Hemofilia
adalah suatu penyakit yang menyebabkan tubuh kekurangan protein yang dibutuhkan
dalam proses pembekuan darah bilamana terjadi perdarahan. Protein ini lazim
disebut faktor pembekuan atau faktor koagulasi.Hemofilia sebenarnya merupakan
penyakit keturunan yang langka terjadi. Penderita penyakit ini akan lebih lama
mengalami perdarahan daripada orang-orang normal.
B.
Penyebab hemofilia
Proses pembekuan darah membutuhkan unsur-unsur seperti
trombosit, faktor-faktor pembekuan, dan sebagainya. Terdapat 13 faktor
pembekuan di tubuh, penamaannya ditandai dengan huruf romawi.
Di dalam kasus
hemofilia, terdapat mutasi gen yang menyebabkan tubuh tidak cukup memiliki
faktor pembekuan tertentu.Sebagai contoh, hemofilia A disebabkan kurangnya faktor
pembekuan VIII (8) dan hemofilia B disebabkan kurangnya faktor pembekuan IX (9)
di dalam darah.
Untaian DNA atau sebutan
lainnya adalah kromosom merupakan suatu rangkaian instruksi lengkap yang
mengendalikan produksi berbagai faktor.Kromosom bukan hanya menentukan jenis
kelamin pada bayi, namun juga mengatur kinerja sel-sel di dalam tubuh.Semua
manusia memiliki sepasang kromosom seks di mana komposisi pada wanita adalah XX
dan pada pria adalah XY. Hemofilia adalah penyakit yang diwariskan melalui mutasi
pada kromosom X. Oleh sebab itu pria cenderung menjadi pengidap, sementara
wanita cenderung menjadi pewaris atau pembawa mutasi gen tersebut.
C.
Gejala
hemophilia
Gejala utama hemofilia adalah perdarahan yang sulit berhenti
atau berlangsung lebih lama.Gejala ini bisa ringan atau berat.Tingkat keparahan
tergantung dari jumlah faktor pembekuan di dalam darah.
Pada hemofilia ringan,
jumlah faktor pembekuan berkisar antara lima hingga lima puluh persen.
Penderita hemofilia jenis ini biasanya tidak akan merasakan gejala kecuali
dirinya mengalami kecelakaan yang menyebabkan luka yang berarti atau menjalani
prosedur cabut gigi atau operasi lainnya.
Pada hemofilia sedang,
jumlah faktor pembekuan berkisar antara satu hingga lima persen. Penderita
hemofilia jenis ini mudah memar dan rentan mengalami perdarahan sendi, terutama
bila terantuk atau jatuh.Sendi yang paling umum terkena adalah bagian lutut,
siku, dan pergelangan kaki.Gejala awalnya berupa kesemutan dan nyeri ringan
yang selanjutnya bisa bertambah sakit, bengkak, kaku, serta terasa panas
apabila tidak ditangani.
Jenis hemofilia yang
terakhir adalah hemofilia berat.Pada jenis ini jumlah faktor pembekuan kurang
dari satu persen. Penderita biasanya akansering mengalami perdarahan seperti
gusi berdarah, mimisan, dan perdarahan sendi serta otot tanpa sebab yang jelas.
Hemofilia berat bisa menimbulkan komplikasi seperti perdarahan internal
(perdarahan di dalam tubuh) yang serius, perdarahan jaringan lunak, dan
deformitas sendi apabila tidak ditangani.
Bagi penderita hemofilia,
khususnya hemofilia sedang dan berat, waspadai terjadinya perdarahan
intrakranial atau perdarahan di dalam tengkorak kepala.Biasanya hal ini terjadi
apabila penderita mengalami cedera di kepala dan jarang terjadi secara spontan
(tanpa cedera).
Gejala perdarahan
intrakranial diantaranya adalah sakit kepala berat, muntah, leher kaku,
kelumpuhan di sebagian atau seluruh otot wajah, penglihatan ganda dan yang
lainnya.Penderita hemofilia yang mengalami perdarahan intrakranial butuh
penanganan segera.
D.
Diagnosis
hemofilia
Apabila tidak ada riwayat keluarga yang menderita hemophilia,
biasanya hemophilia terdiagnosis dari gejala-gejala yang timbul.Anak biasanya
dicurigai menderita penyakit ini pada saat mulai merangkak atau berjalan yang
mana anak mudah memar dan mengalami perdarahan sendi. Pada kasus yang ringan,
biasanya akan terdeteksi saat dewasa pada saat menjalani prosedur gigi atau
prosedur lainnya.
Bila ada riwayat
hemophilia di keluarga, ada berbagai metode untuk mendiagnosis apakah anak
terkena hemofilia.Metode-metode ini bisa dilakukan sebelum dan selama
kehamilan, serta sesudah anak lahir.
Di masa perencanaan
kehamilan, pemeriksaan genetika mungkin bisa membantu. Dalam metode ini, ahli
akan memeriksa sampel darah atau jaringan pasangan untuk mengetahui adanya
perubahan genetika yang menjurus pada hemofilia sehingga besarnya risiko
penularan kondisi tersebut pada anak-anak dapat diketahui.
Untuk pemeriksaan
hemofilia di masa kehamilan, metode yang bisa dilakukan diantaranya
adalah chorionic villus sampling (CVS) atau
amniosentesis.Namun pelaksanaan kedua tes ini hendaknya didiskusikan terlebih
dahulu karena berisiko menyebabkan keguguran dan kelahiran prematur.
Tes CVS biasanya
dilakukan saat kehamilan memasuki usia sebelas hingga empat belas minggu dan
tes amniosentesis biasanya dilakukan di usia kehamilan lima belas hingga dua
puluh minggu. Sampel yang biasanya diuji dalam tes CVS adalah sampel jaringan
plasenta, sedangkan dalam amniosentesis adalah sampel cairan amniotik.
Jenis pemeriksaan
hemofilia ketiga adalah tes darah yang dilakukan sesudah bayi lahir.Tes ini
meliputi pemeriksaan darah lengkap, tes fungsi faktor-faktor pembekuan, seperti
faktor pembekuan VIII (8) dan IX (9).Sampel yang diuji biasanya diambil dari
tali pusar.Selain dapat mendeteksi hemofilia pada anak, tes ini juga dapat
menentukan tingkat keparahan kondisi tersebut. Tes yang sama juga dilakukan
pada pasien dewasa yang dicurigai menderita hemofilia.
E.
Penanganan hemofilia
Penanganan hemofilia dikelompokan menjadi dua, yaitu untuk mencegah
timbulnya perdarahan (profilaksis) dan pengobatan pada saat terjadi perdarahan
(on-demand). Untuk mencegah terjadinya
perdarahan, penderita biasanya diberikan suntikan faktor pembekuan
darah.Penderita hemophilia A diberikan faktor VIII (8) dan penderita hemophilia
B diberikan faktor IX (9).
Untuk pengobatan pada
saat terjadi perdarahan, obat yang diberikan sebenarnya sama seperti pengobatan
untuk pencegahan, yaitu penambahan faktor VIII (8) untuk hemofilia A dan faktor
IX (9) untuk hemophilia B. Efek samping yang mungkin terjadi setelah pemberian
faktor VIII (8) adalah sakit pada tempat suntikan dan gatal-gatal. Sedangkan
efek samping pemberian faktor IX (9) adalah sakit kepala dan mual.
Selain itu, ada obat
lain yang bisa diberikan dalam penanganan hemofilia A, yaitu desmopressin. Obat ini mampu merangsang produksi
faktor pembekuan darah VIII di dalam darah.Efek samping pemberian desmopressin di antaranya adalah mual, sakit
perut, dan sakit kepala
BAB
III
PEMBAHASAN
1.
GAMBARAN
UMUM KLIEN
a.
Identitas klien
Nama : “A”
Umur : 30 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama :
Islam
Status : belum menikah
b.
Hasil Wawancara
“A” merupakan seorang penderita hemophilia.
Penyakit tersebut berasal dari penyakit yang diturunkan oleh kakek bunyutnya
dan ibunya sebagai pembawa gen hemophilia (bersifat carier). Tidak hanya “A” yang menderita hemophilia tetapi ada juga
5 saudara sepupunya yang mengalami hal yang sama.
Meskipun
ibunya bersifat carier hal tersebut
tidak diketahui keluarganya. Karena jika disilsilahkan dari keturunan keluarga
ada kemungkinan si ibu tidak merupakan pembawa gen hemophilia. Untuk kasus “A”
sendiri ia diketahui menderita hemophilia saat berumur 9 bulan yaitu ketika “A”
belajar merangkak. Saat itu bagian sendinya membiru/bengkak, orang tuanya
langsung membawa ke rumah sakit, ketika itu baru diketahui bahwa ia menderita
hemophilia. Pada kasus “A” ini merupakan pendarahan yang terjadi di dalam
tubuh. Pendarahan di dalam tubuh justru dinilai berbahaya karena gejalanya
tidak terlihat langsung tetapi memiliki akibat yang menghawatirkan. Misalnya
ketika terjadi pendarahan di dalam lutut, si anak tidak mampu untuk berjalan.
Dulu
waktu “A” masih berada disekolah dasar, dia pernah mengalami pendarahan di
dalam, badannya bengkak dan membiru terutama di bagian sendi, seperti bagian
lutut,tangan,paha dan kaki. Hal itu menyebabkan “A” tidak bisa berjalan dan
harus digendong ke sekolah. Bahkan “A”
tidak masuk sekolah sampai 6 bulan dan menyebabkan dia tinggal kelas. Hal
tersebut membuat “A” merasa minder dan malu. Ketika pendarahannya kambuh kondisi
fisik penderita akan lemas dan tidak bisa melakukan apa-apa. Pendarahan yang
terjadi di dalam seringkali tidak tau penyebabnya, berbeda ketika pendarahan
luar. Jika pendarahan luar masih bisa di cegah yaitu dengan menjaga bagian
tubuhnya dari luka yang menyebabkan darahnya keluar.
Keluarga
“A” tergolong keluarga yang cukup mampu. Tetapi untuk memenuhi pembiayaan rutin
mengalami kesulitan. Karena biaya pengobatan untuk penderita hemophilia bisa di
bilang mahal. Biaya mencapai 4.5 juta untuk setiap 250 cc. sedangkan 1x
pengobatan mencapai 5 vial. Sedangkan ketika terjadi pendarahan besar bisa
mencapai 9 vial x 250 cc. Bisa dibayangkan berapa banyak biaya yang harus
dikeluarkan setiap pengobatan. Tetapi untuk saat ini pembiayaan sudah cukup
terbantu dari Yayasan Peduli Hemofilia yang bekerja sama dengan RS. Hasan
Sadikin.
Untuk
usia “A” yang tergolong sudah tidak muda lagi, “A” mengalami kesulitan dalam
mencari pasangan hidup dan mencari pekerjaan. Dulu “A” pernah bekerja di suatu
pabrik tetapi karea penyakit tersebut pada akhirnya ia mengundurkan diri.
Karena hobinya terhadap musik, saat ini “A” memiliki kesibukan dalam megurus
studio musiknya.
2.
ANALISIS
MASALAH
a. Aspek
Biologis
Klien
memiliki tubuh yang lengkap tanpa adanya kecacatan secara fisik. Jika dilihat
secara langsung tidak ada perubahan dari kondisi fisiknya. Tetapi berdasarkan
pengakuan klien dan pengurus yayasan mengatakan jika penyakit klien sedang
kambuh, kondisi fisiknya lemah, bagian tubuhnya membengkak/membiru, dan
wajahnya pucat.
b. Aspek
Psikologis
Klien
termasuk orang yang mempunyai sifat introvert. Hal itu dapat dilihat dari cara
ia menjawab pertanyaan. Klien terlihat menutup diri dan enggan menceritakan
masalahnya. Klien juga memiliki masalah psikologis seperti rendah diri dan
putus asa. Sifat tersebut juga berkaitan dengan pengalaman dirinya saat sekolah
ataupun saat bekerja yang masih terbawa hingga saat ini. Klien juga mempunyai
masalah dalam mencari pasangan hidup dan hal itu juga mengganggu segi
psikologisnya.
c. Aspek
Sosial
Hubungan
sosial klien cukup baik, hal ini dapat dilihat walaupun dia sebagai penderita
hemophilia dia juga selaku pengurus di yayasan hemophilia yang cukup aktif.
Klien tidak mudah bergaul dengan orang yang belum ia kenal.
d. Aspek
Ekonomi
Klien
termasuk dalam keluarga yang cukup mampu, hanya saja untuk pengobatan rutin
biayanya mahal. Biaya mencapai 4.5 juta setiap 250 cc. sedangkan 1x pengobatan
mencapai 5 vial dan ketika terjadi pendarahan besar bisa mencapai 9 vial x 250
cc. Dalam kondisi normal penderita hemofilia membutuhkan pengobatan rutin
minimal satu bulan sekali, karena jika tidak terpenuhi kondisinya akan melemah
dan pendarahan bisa kambuh lagi. Hal tersebut tentu memberatkan pihak keluarga.
Ditambah klien tidak memiliki penghasilan. Klien memang sudah mendapat bantuan
dari RS. Hasan Sadikin dalam pengobatan, tetap hal tersebut hanya pengobatan
dalam keadaan yang urgent bukan
pengobatan rutin.
3.
RENCANA
INTERVENSI
Rencana intervensi merupakan
rancangan cara atau strategi yang akan digunakan pekerja sosial dalam
mengembalikan keberfungsian sosial individu,kelompok atau masyarakat. Berdasarkan
permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh klien,
adapun tujuan dalam rencana intervensi yang akan dilakukan yaitu:
1) Membantu klien untuk mengkatarsiskan perasaan yang
dialaminya.
2) Membantu meningkatkan kepercayaan diri dalam menjalani
kehidupan.
3) Membantu klien agar dapat memiliki pekerjaan/ penghasilan.
a.
Teori
/ Pendekatan
1. Pendekatan
Psikodinamika
Pendekatan
psikodinamika memahami tingkah laku manusia sebagai manifestasi dari
perkembangan kepribadian klien di masa lalu. Dengan perkataan lain
psikodinamika memandang bahwa tingkah laku manusia dibentuk oleh pengalaman-pengalaman
masa lalu yang sering kali disimpan dibawah alam sadar manusia. Teknik-teknik
dalam pendekatan ini banyak digunakan oleh para psikolog dan psikoanalisa. Akan
tetapi terdapat juga beberapa teknik dalam pendekatan ini yang bisa digunakan
pekerja sosial seperti teknik eksplorasi, deskripsi dan ventilasi.
Teknik-teknik biasa digunakan peksos dalam menolong klien yang menghadapi
gangguan depresi ringan, yang disebabkan oleh, pengalaman masa lalu yang masih
dalam batasan kesadaran orang.
2.
Pendekatan
Humanistik
Pendekatan humanisitik
merupakan pendekatan yang bermula dari proses terhadap pendekatan yang telah
ada sebelumnya yang membatasi dan memaksa fungsi manusia. Pendekatan humanistik
memandang manusia sebagai makhluk yang memiiliki tujuan dan mampu menentukan
pilihannya sendiri. Tujuan terapi dalam pendekatan humansitik adalah untuk
memaksimalkan potensi diri klien untuk berkembang dan memperoleh kebahagiaan.
Ada tiga pendekatan psikoterapi utama dalam pendekatan ini, yaitu psikoterapi
Client Centered Rogers. Logoteraoi Frankl, dan Terapi Gestalt oleh Perls.
b.
Metode
Metode
yang digunakan dalam kasus “A” yaitu metode case work. Metode case work yaitu
metode yang digunakan untuk membantu mengatasi masalah individu dan keluarga.
c.
Teknik
1. Konseling
Konseling adalah inti dari
praktek sosial casework. Pelayanan konseling diberikan untuk terapi
masalah-masalah emosional dan interpersonal individu dan keluarga. Terdapat
tiga tahap dalam konseling, yaitu: tahap membangun relasi, tahap mengeksplorasi
masalah secara mendalam; dan tahap
mengeksplorasi alternatif-alternatif solusinya.
2.
Support
Teknik
ini mengandung arti memberikan semangat, menyokong dan mendorong aspek-aspek
dari fungsi klien, seperti kekuatan-kekuatan internalnya, cara berperilaku dan
hubungannya dengan orang lain. Support harus didasarkan pada
kenyataan dan pekerja sosial memberikan dukungan terhadap perilaku atau
kegiatan-kegiatan positif dari klien. Pekerja sosial harus membantu klien
apabila klien mengalami kegagalan dan sebaliknya lebih mendorong klien apabila
berhasil. Sebaiknya pekerja sosial menyatakan terlebih dahulu aspek-aspek yang
positif sebelum menyatakan aspek-aspek negatif dari situasi yang dialami klien.
d.
Peran
1.
Broker
Pekerja sosial dapat menghubungkan klien dengan
sumber-sumber yang menyediakan pelayanan yang dibutuhkan seperti bantuan
mendapatkan pengobatan rutin secara gratis. Pekerja sosial dapat menghubungkan
klien dengan dunia usaha, agar studio musiknya dapat berkembang dan menjadi
sumber penghasilan bagi klien.
2. Adovokat
Seringkali pekerja sosial berhadapan dengan sistem
politik. Dalam rangka menjamin kebutuhan dan sumber yang diperlukan oleh klien
atau dalam melaksanakan tujuan-tujuan pendampingan sosial. Manakala pelayanan
dan sumber-sumber sulit dijangkau oleh klien, pekerja sosial harus memainkan
peranan sebagai pembela. Seperti dalam kasus ini pekerja sosial mengupayakan
pada pihak RS.Hasan Sadikin agar menerima pasien hemophilia untuk mendapatkan pengobatan rutin dan juga mencarikan lembaga
lain yang mau membantu.
3.
Fasilitator
Peran sebagai fasilitator yaitu dengan cara
menyediakan atau memberikan kesempatan dan memfasilitasi klien dalam
mengungkapkan masalahnya sehingga klien dapat mencurahkan isi hatinya. Selain
itu dapat juga dilakukan dengan mendampingi klien dalam setiap
tindakan, memberikan dukungan emosional yang diperlukan klien agar klien merasa
diperhatikan dan terpenuhi kebutuhan emosionalnya.
4.
Konselor
Memberikan pelayanan konsultasi kepada klien untuk
mengungkapkan permasalahannya. Pekerja sosial juga harus menyadari permasalahan
serta melihat potensi dan kekuatan yang dimiliki klien. Ia juga harus
memberikan alternatif-alternatif pemecahan masalah.
BAB IV
PENUTUP
1. Kesimpulan
Intervensi
Pekerjaan Sosial adalah aktivitas profesional Pekerjaan Sosial yang dikenakan /
ditujukan kepada orang, baik secara individu, kelompok, maupun masyarakat.
Sebelum menyusun rencana intervensi pekerja sosial harus menggali masalah dan
potensi yang dimiliki oleh klien. Rencana intervensi memiliki tujuan untuk
merancang upaya pertolongan sebelum melakukan intervensi kepada klien.
Dalam
intervensi yang
dilakukan pada kasus “A” pekerjaan sosial menggunakan pendekatan psikodinamika dan humanistika.
Metode yang digunakan yaitu case work dengan teknik konseling dan support.
Selai itu pekerja sosial juga dapat memainkan perannya sebagai broker,
fasilitator, konselor dan advocator.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar